Jumat, 28 November 2014

Hubungan antara Keimanan dengan Akal, Jiwa, hati dan Ruh Manusia

Iman secara bahasa menurut Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin adalah pengakuan yang melahirkan sikap menerima dan tunduk, makna ini cocok dengan makna iman dalam istilah syari’at. Kata ’iman’ adalah fi’il lazim (kata kerja yang tidak butuh objek), sedangkan tashdiq adalah fi’il muta’addi (butuh objek). Sedangkan Imam Malik, Asy Syafi’i, Ahmad, Al Auza’i, Ishaq bin Rahawaih, dan segenap ulama ahli hadits serta ahlul Madinah (ulama Madinah) mendefinisikan “semoga Allah merahmati mereka” begitu pula yang dinyatakan para pengikut madzhab Zhahiriyah dan sebagian ulama mutakallimin berpendapat bahwa definisi iman itu adalah “pembenaran dengan hati, pengakuan dengan lisan, dan amal dengan anggota badan”. Para ulama salaf mendefinisikan“semoga Allah merahmati mereka” menjadikan amal termasuk unsur keimanan. Maka sebab itu iman bisa bertambah dan berkurang, sebagaimana amal juga bertambah dan berkurang. Ulama madzhab Hanafi yang mengikuti definisi sebagaimana yang disebutkan oleh Ath Thahawi rahimahullah yang mengatakan bahwa iman itu pengakuan dengan lisan dan pembenaran dengan hati. Bedasarkan definisi iman tersebut diatas maka Keimanan erat hubungannya dengan mahluk ciptaan Allah SWT yang memiliki Akal, jiwa, hati dan ruh. Keimanan dapat bertambah dan berkurang sesuai dengan amal yang dilakukan oleh mahluk tersebut. Manusia adalah mahluk yang sempurna diantra mahluk Allah SWT lainnya., manusia yang dianugrahkan Akal fikiran, jiwa, hati dan ruh menghantarkan eksistensinya sebagai mahluk yang istimewa. Segala keindahan dan kesempurnaan yang terdapat dalam tubuh dan jiwa manusia hendaknya menjadikan manusia tersebut selalu bersyukur kepada tuhan yang maha agung, maha pencipta, maha sempurna. Allah SWT sang maha pencipta telah menjadikan manusia bukan saja sebagai kholifah namun juga seorang hamba. Rasa syukur yang tumbuh dengan keikhlasan dari dalam diri manusia akan meningkatkan keimanan seorang hamba kepada sang pencipta. Sayyid Sabiq menyatakan bahwa keimanan itu merupakan akidah dan pokok, yang diatasnya berdiri syari’at Islam. Kemudian dari pokok itu keluarlah cabang-cabangnya. Keimanan atau aqidah itu tersusun dalam enam perkara yang tentunya sudah kita ketahui bahkan mungkin sudah hafal yang pertama Percaya kepada Allah., kedua Percaya kepada malaikat., ketiga Percaya keapda kitab-kitab., keempat Percaya kepada Rosul., kelima Percaya kepada hari akhir dan keenam Percaya kepada Takdir (Qadha dan Qadar). Kesatuan keimanan ini merupakan pengertian pokok dalam keimanan manusia sebagai seorang hamba yang di ciptakan sang maha pencipta. Untuk dapat memahami lebih dalam tentang keimanan tersebut maka dibutuhkanlah Al-Quran sebagai pedoman dan petunjuk kebenaran yang sebenar-benarnya. Keimanan merupakan kesatuan yang tidak akan berubah-ubah karena pergantian zaman., namun keimanan harus terus dipupuk dan tingkatkan agar dapat istiqomah menjalankan kebenaran yang diperintahkan Allah SWT. Allah berfirman dalam Surat Nahl. 97 منْ عَمِلَ صَٰلِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُۥ حَيَوٰةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ “Barang siapa yang mengerjakan kebaikan, baik ia laki-laki atau perempuan dan ia seorang yang beriman, maka pastilah Allah akan memberinya kehidupan yang baik dan pasti Allah bari balasan dengan pahalanya, menurut yang telah dikerjakan” Dan dalam Surat Maryam.96 انَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ سَيَجْعَلُ لَهُمُ ٱلرَّحْمَٰنُ وُدّاً Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal sholeh, maka tuhan yang maha pengasih akan menanamkan dalam (hati) mereka kasih sayang Dari kedua ayat tersebut diatas menjelaskan betapa tingginya derajat manusia yang beriman kepada Allah SWT., dengan beramal sholeh dan melakukan kebaikan sesuai dengan ajaran yang termaktub dalam Al-Quran, Kitab Al-Quran yang tentunya menjadi pedoman dan tutunan manusia dalam beragama Islam. Terkait dengan amal dan berbuat kebaikan seringkali terdapat kendala dalam implementasinya dengan berbagai macam alasan manusia terkadang mengabaikan apa yg seharusnya dilakukan oleh manusia itu agar dapat terus meningkatkan keimanannya. Maka saat manusia menghadapi dilema dalam pergulatan batin antara kebenaran dan kebatilan yang didasari oleh nafsu pada saat itulah fungsi akal fikiran harus digunakan dengan benar dan bijaksana. Sehingga dapat menentukan benar atau salah., baik atau buruk., hitam atau putih. Sesunggunya Allah SWT maha mengetahui apa yang tidak diketahui oleh hambanya, keimanan yang menjadi sandaran untuk senantiasa selalu dalam bimbingan dan didikan sang maha kuasa. Allah SWT telah menciptakan manusia lengkap dengan akal tentunya mengharapakan manusia dapat berfikir dengan anungrah yang diberikan kepadanya. Manusia yang mengunakan akalnya, itu berarti telah menggerakkan dan melepasakkan dari ketidak berdayaannya untuk diam., dengan mengunakan akal manusia telah mensyukuri anungrah terbesar yang Allah SWT ciptakan kepadanya. Manusia selalu bergerak secara dinamis sehingga manusia akan terus berfikir akan apa yang dilakukan, telah dilakukan bahakan sampai apa yg belum dilakukannya. Proses pemikiran dan memahami dengan teliti tetang apa-apa yang diciptakan dan untuk apa diciptakan semua akan mengembalikan diri manusia menjadi hamba yang sempurna. Fiman Allah dalam Surat Yunus 101 قُلِ ٱنظُرُوا۟ مَاذَا فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَمَا تُغْنِى ٱلْءَايَٰتُ وَٱلنُّذُرُ عَن قَوْمٍ لَّا يُؤْمِنُونَ “Katakanlah, "Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi!" Tidaklah bermanfaat tanda-tanda (kebesaran Allah) dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang yang tidak beriman” Ayat tersebut diatas menyarankan untuk selalu senantiasa berfikir tenatang apa yang telah Allah SWT ciptakan untuk mahluknya demi kebaikannya., semua yang ada dilangit dan di bumi akan memberikan pengetahuan yang peringatan kepada manusia untuk selalu mensyukuri segala karunia nikmat yang tak terhingga. Allah SWT sebagai pemilik dan pemelihara yang merajai seluruh alam semesta dan jagat raya ini senantiasa mencintai dan selalu memelihara ciptaannya dengan sebaik-baiknya. Allah SWT selalu membimbing dan mendidik hambanya yang mau di bimbing dan didik dengan cara. Segala bentuk pendidikan dan pembimbingan yang Allah SWT berikan kepada hambanya hanya untuk mengingatkan betapa agungnya dan tingginya atas kuasaNYA. Kebaikan dan Keburukan., Musibah dan Kenikmatan dan lain sebagainya hanyalah demi untuk kepentingan pemeliharaan keimanan dan ketakwaan hambanya. Semakin manusia itu menggunakan anungrah yang telah di berikan kepadanya maka Allah SWT akan meningkatkan derajat hambanya begitu pula sebaliknya. Semua peringatan dan tanda-tanda yg telah Allah SWT berikan kepada manusia hanya untuk memelihara hambanya dari keburukan yang dapat mengurangi keimanan dalam dirinya. Allah berfirman Surah Yusuf 105 وَكَأَيِّن مِّنْ ءَايَةٍ فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ يَمُرُّونَ عَلَيْهَا وَهُمْ عَنْهَا مُعْرِضُونَ “ Alangkah banyaknya ayat (tanda kekuasaan Tuhan) dilangit dan dibumi yang mereka lalui. Tetapi mereka itu semua membelakaginya saja (tidak memperhatikan)” Segala betuk ujian., musibah ., bencana dan lain sebagainya adalah sebagai tanda dan proses pembelajaran agar manusia itu berfikir menggunakan akalnya dengan baik dan benar berdasarkan kebenara yang sebenar-benarnya., maka bagi manusia yang mampu berfikir dengan bijaksana Allah SWT akan mengangkat derajatnya. Apapun yang terjadi dalam diri seorang hamba itu adalah perintah yang harus dijalankan karena tidak ada daun yang jatuh tanpa seizin dari sang pencipta. Dialah Allah SWT yang memiliki segalanya keagungan., kebijaksanaan. Manusia hanya melaksanakan apa yg sudah menjadi ketetapan dan perintah dari-Nnya., sesunggunnya semua yg terjadi hanya untuk menjadikan hambanya beriman dan bertakwa. Dengan selalu beramal shaoleh dan tidak mendzolimi Allah SWT adalah tanda kecintaan manusia terhadap sang Maha Pencinta. Saat manusia sudah mampu menyerahkan segalanya atas nama Allah SWT sang Pengasih dan Penyang tentulah manusia tersebut akan selalu berfikir bahwa setiap dari perbuatan yang terjadi., setiap permasalahan dan ujian yang menimpa kepada dirinya., setiap kemudahan dan kesulitan itu semua atas perintah sang Maha Pengasih yang tak pernah pilih kasih. Mencintai apa yang telah diberikan kepadaNya., berserah diri dengan segala ketundukan dan ketaatannya., menikmati apa yang harus dijalaninya. Tingkat keimanan dan ketakwaan seorang hamba akan terus mendapatkan ujian agar manusia itu dapat berfikir dan memulyakan dirinya sebagai mahluk yang paling mulia diatara mahluk tuhan lainya. Mengapa harus ada kebencian., ada kemunafikan., ada kebohongan., ada kedengkian., ada ketidak pedulian., ada ke-egoisan saat manusia menyadari sang Maha Mengetahui akan selalu bersamanya didalam Akal, Jiwa, Hati dan Ruh setiap Hambanya. Pertanyaannya adalah Apa yang patut di somobongkan dengan ke-Aku-an untuk diri manusia yang hanya seorang Hamba? Tidak percayakah kita dengan keagungan., keesaan., kebijaksanaan sang Maha Pencipta, Maha Memiliki dan Maha Mengetahui?

Tidak ada komentar: